Home » Nasional » Tugas Utama Advokat Asing, Melegalisasi Perusahaan Asing
Tugas Utama Advokat Asing, Melegalisasi Perusahaan Asing
Kuatnya infiltrasi asing di Indonesia bukanlah hal baru, hampir semua kepentingan dan kekayaan bangsa banyak dikuasai asing. Carut marutnya negeri ini juga tidaklah lepas dari kuatnya asing mengusai masalah hukum dan peradilan di dalam negeri. Bahkan banyak kebijakan dan perundang-undangan yang dikeluarkan pemerintah justru karena pesanan asing, sebuah kebijakan illegal yang disahkan resmi oleh Negara.
Bahkan ada agen-agen Israel dan antek Amerika di DPR, yang fungsinya meluluskan legalisasi perusaan-perusahaan asing untuk menguasai pertambangan dan pengerukan Sumber Daya Alam Indonesia yang kaya ini. Sebagaimanah pernah di muat di Islam Times.
Akhirnya banyak perusahaan-perusahaan besar milik asing itu yang bermasalah sehingga diperlukan lawyer asing atau pengacara pribumi yang pro asing. Persatuan Advokat Indonesia (Peradi) melakukan investigasi sekaitan dengan dugaan itu.
Menariknya, Peradi menemukan fakta bahwa banyak lawyer kulit putih yang banyak berkeliaran dan melakukan praktik khususnya di Jakarta, dengan modus mendompleng kantor pengacara orang Indonesia. Bahkan dalam penelusuran, mereka jumlahnya mencapai 70 orang bahkan lebih.
Hal itu diungkapkan Ketua Umum DPN Peradi, Otto Hasibuan di sela penutupan konferensi hukum Asia (Law Asia Conference) ke-25, Nusa Dua, Bali (21/11/2012)."Isu lawyer asing menjadi perhatian serius kami, karena tiba-tiba begitu banyak jumlahnya dan menjalankan praktik di Indonesia," katanya
Menurut kecurigaan Otto, modus pengacara asing itu memanfaatkan “law firm” orang Indonesia sehingga keberadaan mereka tidak banyak diketahui. Kantor pengacara Indonesia hanya sebagai 'boneka Alibaba' untuk melindungi keberadaan dan praktek hukum mereka.
Otto menambahkan kalau keberadaan lawyer asing jelas melanggar Undang-undang, baik mendompleng kantor lawyer dalam negeri apalagi berdiri sendiri. "Banyak sekali lawyer 'alibaba', padahal sesuai UU Advokat kalau pengacara asing berpraktik di Indonesia tidak boleh membuka kantor sendiri, melainkan dia harus menjadi pegawai di law firm Indonesia," imbuh Otto.
Namun dalam praktiknya, mereka banyak yang memiliki kantor sendiri dengan mamakai nama orang Indonesia. Inilah pangkal permasalahannya.
Peradi memberikan alasan kalau keberadaan lawyer asing itu jelas merupakan sebuah pelanggaran terhadap hukum di indoesia. Pertama, karena melanggar aturan UU advokat. Kedua, secara bisnis merugikan, lantaran pajak-pajaknya pindah ke negara lain. Mereka ini, lanjut Otto, memiliki klien dari luar negeri namun menjalankan praktik di Indonesia, dan mereka akan menagih uangnya atau legal fee di Singapura.
Otto menambahkan, saat ini diperkirakan ada sekitar ratusan miliar yang dihasilkan dari advokat asing yang berpraktek di Indonesia berpindah ke luar negeri. Itu karena mereka membuka kantor sendiri, sehingga pajaknya otomatis jatuh di luar negeri.
“Sinyalemen kami ada pengacara asing yang praktek di Indonesia dengan memiliki kantor sendiri, sehingga pajaknya pindah ke negara lain yang nilainya hingga ratusan juta per tahun,” tambah Otto.
Otto mengakui belakangan ini permohonan advokat asing yang ingin berpraktek di Indonesia semakin meningkat. “Baru dalam beberapa bulan terakhir ini saja sudah ada sekitar 20 orang” ujar Otto.
Menyikapi seriusnya masalah ini, pihak Peradi akan memperketat pemberian rekomendasi bagi advokat asing yang ingin berpraktek di dalam negeri. Dan dalam waktu dekat akan memanggil pemilik kantor advokat yang mempekerjakan advokat asing untuk memastikan statusnya apakah sebagai pekerja, pemilik atau partner.
Bila ketahuan melanggar aturan, maka yang bersangkutan tidak akan direkomendasikan ke Menteri Hukum dan HAM, sehingga tak bisa praktek di Indonesia.
"Jadi untuk bisa praktek di Indonesia sebelumnya yang bersangkutan harus mendapat rekomendasi dari Peradi, itu sudah ada kesepakatan dengan Menteri," ujar Otto.
Konferensi Hukum Asia (Law Asia Conference) adalah konfrensi tahunan para praktisi hukum dunia, ajang bergengsi itu dihadiri 400 peserta dari 27 negara. Pertemuan ke-25 itu di gelar di Nusa Dua, Bali, sebuah ajang bertemunya dari kalangan praktisi hukum, hakim, dan komunitas pemerhati hukum di kawasan Asia Pasifik.
Ada hal menarik dalam pertemuan itu, dua orang delegasi asal Israel yang diundang gagal menghadiri konfrensi di Bali itu karena terganjal di imigrasi.
“Saya juga baru mengetahui pada menit-menit terakhir sebelum dibukanya konferensi,” kata Otto Hasibuan di akhir acara.
Otto berpendapat delegasi Negara Zionis itu ditolak menghadiri konferensi dengan alasan masalah politik semata.
Perlu diketahui, Penjajah bangsa Palestina itu tidak memiliki kedubes resmi di Indonesia, meskipun demikian orang-orang Israel teruatama agen-agen Mosad sudah biasa wara-wiri di Indonesia, dengan berbagai modus tentunya. Masyarakat Indonesia pun menolak keberadaan Negara Israel yang berdiri di atas tanah Palestina, apalagi dalam sepekan ini mereka mengulang lagi terror mereka terhadap masyarakat sipil Gaza.
Dalam terror itu yang meninggal terutama dari kalangan wanita dan anak-anak tidak kurang dari seratus lima puluh jiwa dan lebih dari seribu orang terluka. (IslamTimes/sa)
sumber : http://www.islamtimes.org/vdcbaab50rhb85p.qnur.html
Backlink here..
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar
cinta